Langsung ke konten utama

Kondisi Sanitasi Layak di Indonesia

 

Salah satu tujuan dari SDGs adalah mencapai ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua. Dimana tujuan air bersih dan sanitasi yang layak adalah salah satu standar kehidupan yang layak. Adapun yang beberapa subtujuan dalam tujuan ini adalah akses merata pada air minum aman dan terjangkau, sanitasi dan kebersihan yang memadai, serta akses terhadap udara yang berkualitas bagi setiap warga negara Indonesia.

Sanitasi layak adalah salah satu faktor yang memengaruhi kesehatan lingkungan. Menurut konsep dan definisi dari Badan Pusat Statistik, beberapa syarat bahwa suatu rumah tangga dikatakan telah memiliki akses sanitasi yang layak adalah

      menggunakan fasilitas buang air besar sendiri atau bersama

      menggunakan jenis kloset leher angsa

      terdapat tempat pembuangan akhir tinja tangki atau SPAL

Menurut data dalam publikasi BPS tentang pengunaan sanitasi layak di Indonesia dapat dilihat pada bagan berikut

Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Akses terhadap Sanitasi Layak, 2020–2022

Sumber: Publikasi BPS Indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Perkembangan akses sanitasi layak di Indonesia sudah berkembang dengan cukup baik dan cenderung mengalami peningkatan pada tahun 2022. Namun, angka ini masih sangat rendah dibandingkan dengan jumlah rumah tangga di Indonesia yang sangat besar. Maka dari itu, pemerintah Indonesia masih harus terus berupaya untuk terus meningkatkan akses sanitasi yang untuk semua rumah tangga secara merata di seluruh wilayah Indonesia.

Implikasi dari sanitasi yang buruk akan berdampak ke berbagai bidang kehidupan. Dikutip dari artikel yang ditulis Adhi (2009) beberapa dampak dari sanitasi yang buruk, antara lain

1.     Kerugian finansial

2.     Sektor devisa negara, karena sanitasi yang buruk akan mengakibatkan menurunkan minat wisatawan asing untuk berkunjung.

3.     Dari sektor ekspor akan terdampak untuk kualitas-kualitas produk yang buruk karena kontaminasi limbah sanitasi.

4.     Kerusakan lingkungan, sanitasi yang buruk akan mengakibatkan kerusakan lingkungan, karena sanitasi yang buruk akan mengontaminasi sumber air seperti sungai, sumur, mata air, dan sebagainya.

5.     Rendahnya kualitas hidup, karena sanitasi yang buruk akan menyebabkan masyarakat kekurangan gizi karena diare, rentan terhadap penyakit, sehingga akan menurunkan kemampuan anak.

6.     Menurunkan produktivitas kerja karena sanitasi yang buruk karena buruknya sanitasi beresiko menjadikan masyarakat yang hidup disekitarnya rentan terhadap penyakit.

Faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan sanitasi layak menurut hasil penelitian dari Amelia (2021) adalah rendahnya tingkat pengetahuan tentang pentingnya penggunaan jamban sehat, status ekonomi yang rendah atau pendapatan yang rendah, ketersediaan air bersih, edukasi dari petugas kesehatan.

 

Sumber

Amelia, Rizky Nur, dkk. 2021. "Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepemilikan jamban sehat di Desa Sungai Itik Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2021" . Jurnal E-Sehad Volume 1 Nomor 2, 2 Juni 2021 hal 52-62

Adhi, Eri Trinurini. 2009. "Pelayanan sanitasi buruk: akar dari kemiskinan", Jurnal Analisis SOsial Bol 12 No.2, 2 September 2009. hal 76-87

Publikasi BPS Indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Indonesia Tahun 2023

https://kominfo.jatimprov.go.id/berita/26165?__cf_chl_tk=pv2TnMNkW.sNJRAnRy5VQCCQtDCpNu5JRlILQ8lPVRo-1708356924-0.0-4178

 https://tanahlautkab.bps.go.id/subject/152/lingkungan-hidup.html


 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Novel Dekdi A : The Luicifer Prince Who Fell For Me

 Novel yang akan aku review kali ini adalah novel karya Dekdi A yang  berjudulThe Lucifer Who Fell For Me Informasi Buku Judul Buku : The Lucifer Prince Who Fell For Me Penulis : Dekdi A Jumlah halaman : 408 halaman Tahun terbit : 2021 Penerbit : Reneluv Genre : Fantasi, Romance, Kerajaan, Fanfiction Harga : Rp.100.000,00 Sinopsis Sejak lahir, Gracia Walson memiliki kelainan jantung yang membuatnya tidak bisa bersosialisasi. Harapannya adalah adalah sembuh dan bisa hidup seperti manusia pada umumnya. Namun, diusianya yang ke-25 tahun, Gracia malah menghembuskan nafas terakhir dengan kondisi memeluk sebuah novel berjudul The Lucifer Who Fell For Me.   Menjelang ajalnya, Gracia memohon sebuah kehidupan yang sehat dan bahagia. Tanpa diduga, Gracia malah terbangun di sebuah kastil megah dengan wujud seorang remaja yang begitu cantik. Remaja tersebut bernama Grace Nata Weldon, seorang tokoh antagonis di novel The Lucifer Who Fell For Me . Ia seorang wanita sosiopat yang berakh...

Isi hati untuk TPKI

  Saat pertama kali tahu bahwa pada perkuliahan semester 4 ini ada mata kuliah TPKI, aku pikir mata kuliah ini akan mirip mata kuliah Bahasa Indonesia di semester sebelumnya yang kumasukkan ke dalam kategori “mata kuliah santai”. Datanglah perkuliahan TPKI pertemuan pertama, bersama Ibu Siska yang belum pernah ku kenal sebelumnya. Awal pertemuan kuliah TPKI sangat menyenangkan, suasana belajar yang cukup tenang dan menyenangkan, terlebih lagi saat aku tau mata kuliah ini akan sangat membantu dalam penyusunan tugas akhir saat tingkat tiga. Semua sangat menyenangkan sampai pada akhirnya Ibu Siska menerangkan akan ada tugas penelitian kelompok, tugas buat tulisan blog, kuis setiap pertemuan, dan penyusunan proposal sebagai UAS. Aku cukup kaget dengan tugas mata kuliah ini yang ternyata cukup banyak dibandingkan mata kuliah lainnya. Terlebih lagi ada tugas penelitian kelompok yang akan diselesaikan dalam waktu 1 semester yang mengharuskan ada kerja kelompok TPKI setiap minggu sampa...

Transformasi Si Anak Desa di Tanah Perantauan, Jakarta

  Siapa yang tidak kenal Jakarta? Jikalau nama “Jakarta” disebut, yang pertama terlintas dipikiranku adalah “kota besar”. Sebagai seseorang yang lahir dan besar di sebuah desa di pinggiran Kota Mataram, bisa hidup di kota menjadi salah satu impianku. Kenapa? Untukku tinggal di kota akan memberiku banyak keuntungan akses ke minimarket yang mudah, ongkos kirim belanja online lebih murah, dan tidak susah sinyal. Dan disinilah tempat tinggalku sekarang, Kota Jakarta. Proses beradaptasi dari seseorang yang tinggal di pinggiran kota menjadi seseorang yang tinggal di jantung ibu kota negara tidak terlalu sulit untukku. Realita tinggal di kota yang padat ini tidak sesulit ekspetasiku sebelum menginjakkan kaki disini. Walaupun begitu, awal datang ke Jakarta aku cukup kaget dengan kondisi tempat tinggal yang sumpek dan terlalu banyak orang ini. Namun, aku takjub dengan berbagai pemandangan kota yang tidak pernah kulihat sebelumnya di kampung halamanku yang berbeda hampir 180 derajat...