Sumber gambar: https://ekonomi.bisnis.com/read/20201015/44/1305404/proyek-smelter-halmahera-lygend-rp148-triliun-segera-beroperasi
Provinsi Maluku Utara menjadi tempat berdirinya pabrik nikel sulfat pertama di Indonesia sekaligus terbesar di dunia. Pabrik ini berlokasi di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara dan sudah beroperasi sejak tahun 2021. Terpilihnya lokasi ini menjadi sentra nikel dan sulfat dunia, tidak lain karena di pulau ini terdapat cadangan nikel yang melimpah sehingga pabrik ini ditargetkan untuk memprodukti 240 ribu ton nikel pertahun. Berdirinya pabrik ini juga tidak lain dan tidak bukan adalah akibat munculnya peraturan pemerintah tentang larangan ekspor nikel mentah pada tanggal 1 Januari 2020, sehingga dibutuhkan smelter besar untuk mengolah nikel mentah untuk siap di ekspor. Pabrik ini dikelola oleh PT Halmahera Persada Lygend (HPL). Pabrik ini beroperasi dengan menggunakan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) dalam proses pengerjaannya.
Sejak tahun 2021, pabrik ini telah menyerap 1800 tenaga kerja lokal di Maluku Utara, terkhusus warga di Kabupaten Halmahera Selatan. Ini menyebabkan Kabupaten Halmahera Selatan terus mengalami penurunan angka pengangguran. Selain itu, sejak pabrik ini mulai beroperasi pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara melesat sampai 20,49 persen pada tahun 2023 dan mencapai angka tertinggi yaitu 22,94% pada tahun 2022.
Jika dilihat dari data persentase penduduk miskin mulai tahun 2019-2023, sejak beroperasinya pabrik HPAL pada tahun 2021 persentase penduduk miskin berkurang hanya 0,63% pada tahun 2022. Namun, setahun berselang persentase penduduk miskin naik 0,09% pada tahun 2023. Sehingga dapat dikatakan keberadaan pabrik ini masih belum bisa mengurangi jumlah penduduk miskin di Provinsi Maluku Utara.
Pabrik yang digaungkan menjadi pabrik nikel sulfat tebesar di dunia ini nyatanya masih belum bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berada lokasi sekitar pabrik secara signifikan. Masih banyak hal yang harus dievaluasi dari keberadaan pabrik ini untuk bisa memberikan dampak positif pada masyarakat yang hidup di sekitar pabrik khususnya masyarakat Maluku Utara yang juga harus menanggung dampak-dampak negatif dari keberadaan pabrik tersebut di lingkungan tempat tinggal mereka.
Menurut peneliti Sosial Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), Andi Rahmana, selain dari manfaat produksi nikel, kehadiran pabrik ini membawa perubahan-perubahan tatanan sosial dan ekonomi masyarakat di Maluku Utara. Sejak pabrik ini beroperasi, banyak lahan kebun warga yang awalnya menjadi tumpuan mata pencaharian berubah menjadi area pabrik. Selain itu, nelayan harus mencari ikan di tempat yang lebih jauh akibat limbah pabrik yang merusak dan berbahaya bagi ekosistem laut di sekitar pulau. Masyarakat yang belum siap dalam modal dan keterampilan dalam menghadapi perubahan mata pencaharian sehingga tidak memenuhi kualifikasi untuk mendapat pekerjaan di pabrik. Sebab-sebab ini memengaruhi sumber pendapatan utama masyarakat sehingga tingkat kemiskinan masyarakat Maluku Utara semakin meningkat walaupun pertumbuhan ekonominya meningkat dengan pesat.
Dari penyebab-penyebab tersebut, maka pemerintah memerlukan upaya dan inovasi untuk dapat meminimalisir dampak lingkungan yang dihasilkan pabrik yang berdampak pada mata pencaharian masyarakat setempat. Selain itu, penting juga untuk dapat meningkatkan keterampilan sumber daya manusia (SDM) masyarakat Maluku Utara agar dapat bersaing dan memanfaatkan lowongan kerja yang tersedia di pabrik HPLA. Sehingga keberadaan pabrik ini dapat memberikan manfaat positif yang maksimal untuk masyarakat setempat dan lingkungan.
Sumber:
Badan Pusat Statistik (BPS)
https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/07/31/nikel
https://kepri.antaranews.com/berita/158283/pabrik-nikel-sulfat-terbesar-di-dunia-mulai-beroperasi-di-maluku-utara
https://rm.id/baca-berita/ekonomi-bisnis/149083/perusahaan-hilirisasi-nikel-bantu-serap-tenaga-kerja-baru
Komentar
Posting Komentar